EKSOTISME, BAHASA, IDENTITAS, DAN RESISTENSI DALAM NOVEL INDONESIA KARYA SUPARTO BRATA: PEMBACAAN PASCAKOLONIAL The Exoticism, Language, Identity, and Resistence in Suparto Brata’s Indonesian Novels: A Postcolonial Reading Tirto Suwondo Balai Bahasa Yogyakarta, Jalan I Dewa Nyoman Oka 70, Yogyakarta 55224 Telepon (0274)562070, Pos‐el NOVEL ASMARANI. Novel Asmarani ini menceritakan seorang guru yang mencintai muridnya. Ia pernah mencintai muridnya 2 kali, pertama ia mencintai Paerah dan yang kedua adalah Asmarani yang merupakan adik dari Paerah. Kemudian terjadi permasalahan dalam kisah cinta guru tersebut dengan 2 muridnya yang merupakan saudara (kakak beradik). Tabel 1. Data struktur naratif dalam novel Garuda Putih karya Suparto Brata. No. data Nukilan Data Hlm Struktur Naratif ket Bahasa Jawa Bahasa Indonesia Keterangan Tabel: No. Data : Merupakan nomor urut dari data yang diambil. Nukilan Data : Merupakan kutipan data yang diambil dari novel Garuda Putih yang digunakan dalam penelitian. Semula dalam bahasa Indonesia yang dimuat oleh media massa waktu itu, semacam Siasat, Mimbar Indonesia, Kisah, Roman,dan Sastra. Tahun 1958, barulah menulis dalam bahasa Jawa yang dimuat dalam majalah Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Garis tangan tak bisa disalahkan jika kemudian Suparto Brata rupanya lebih mencintai sastra Jawa. Kawruh: Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 62 Vol. 4., No. 2, Oktober 2022, pp. 62-68 ISSN 2657 -134X (print), 2657 1625 (online) 12. Regu Garuda dengan Menggunakan Nada Lagu Garuda di Dadaku. Garuda, regu kita. Garuda, regu juara. Kuyakin hari ini pasti menang. Garuda, pantang menyerah. Garuda, slalu di depan. Kitalah sang juara selamanya. Garuda, garuda, garuda. Bisa, bisa, bisa. Yes! 13. Regu Rajawali dengan Menggunakan Lagu “Merah Putih” dari Band Cokelat Menurut arkeolog Hariani Santiko dalam "Ragam Hias Ular-Naga di Tempat Sakral Periode Jawa Timur", terbit di Jurnal Amerta, arca itu sering dianggap sebagai perwujudan Raja Airlangga. Arcanya menggambarkan Garuḍa tengah mencengkeram Naga. Garuda yang menjadi kendaraan Wisnu dalam relief Candi Kidal, Tumpang, Malang, Jawa Timur. Nguri-nguri Budaya Jawa Cerita Ramayana Sawijining dina ing kerajaan mantili ingkang kerajaan ramanipun dewi shinta, asmane prabu janaka . prabu janaka ngadhaake saembara sopo sing bias manah paling apik bakal didadekke mantu. 2. Hasil penelitian terhadap penokohan tokoh utama dalam novel Garuda Putih karya Suparto Brata menunjukan bahwa tokoh utamanya adalah Detektif Handaka. Tokoh Handaka menunjukan perwatakan yang kompleks. Perwatakan Handaka dalam novel Garuda Putih mempunyai wujud perwatakan pintar, melindungi, cerdik, tenang, cekatan dan pandai menyamar. Sinopsis : MERAH PUTIH 2 : DARAH GARUDA. Film ini adalah sekuel film sebelumnya yang berhasil di pasaran yaitu Merah Putih. Film sebelumnya menceritakan perjuangan 4 perwira muda yang baru saja lulus dari akademi militer yaitu Amir, Tomas, Marius serta Dayan pada tahun 1947. Pada saat itu Belanda tetap semakin meperbuat serangan militer ke Tujuan Pagar Nusa. Pembinaan, pengembangan, pelestarian, dan pendayagunaan profesi seni, budaya, bela diri pencak silat, dan ketabiban dengan segala aspeknya, baik aspek seni, budaya, bela diri pencak silat, dan ketabiban sebagai cabang olahraga maupun seni budaya dan aspek ketabiban (mental spiritual) dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang berbudi luhur dan Pancasilais. Film ini merupakan karya perdana rumah produksi Butterfly Pictures, dikerjakan langsung oleh alumni dan murid-murid Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI). Kendati sudah diluncurkan sejak September 2019 di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, tapi film ini baru dijadwalkan tayang hari ini, 16 Januari 2020 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Sinopsis Kisah Film Merah Putih Kisah di dalam film ini dimulai dalam setting masyarakat Indonesia nan berada di tahun 1947 dan sedang melakukan perjuangan buat merebut kemerdekaan. Tomas nan diperankan oleh Donny Alamsyah, Dayan, Amir, Marius dan Soerono ialah lima orang prajurit nan mengikuti pelatihan di Barak Bantir, Semarang. DWC, yang tebalnya 553 halaman, merupakan novel modern berbahasa Jawa paling tebal sampai saat ini. Penerbitan novel itu bukan tanpa pengorbanan, sejak Trem (2000) Suparto Brata menerbitkannya dengan biaya sendiri karena tidak ada penerbit yang mau mempublikasikan dengan alasan sulit dijual, hal yang sama dilakukan pula pada DWC. Dikutip dari buku Buku Belajar Bahasa Jawa Dasar, Rian Damariswara, unggah-ungguh basa ini merupakan penghormatan kepada orang lain. Adapun unggah-ungguh basa ini terikat dengan tingkatan usia MpKV2uU.

sinopsis novel garuda putih bahasa jawa